Translate

Senin, 26 Agustus 2013

Pengorok daun (Liriomyza huidobrensis)



Ordo : Diptera; Famili Agromyzidae
Gejala Serangan
Kerusakan akibat larva Liriomyza huidobrensis, dapat mengurangi kapasitas fotosintesa pada tanaman serta dapat menggugurkan daun pada tanaman muda.
Larva merusak tanaman dengan cara mengorok daun sehingga yang tinggal bagian epidermisnya saja. Serangga dewasa merusak tanaman dengan tusukan
ovipositor saat meletakkan telur dengan menusuk dan mengisap cairan daun sehingga terlihat adanya liang korokan larva yang berkelok – kelok .Pada serangan parah daun tampak berwarna merah kecoklatan. Akibatnya seluruh permukaan tanaman hancur. Didaerah tropika tanaman yangvterserang hama ini seperti terbakar. Kerusakan langsung berupa luka bekas gigitan pada tanaman sehingga dapat terinfeksi oleh fungi maupun oleh bakteri penyebab penyakit tanaman.

Tanaman inang lain
L. huidobrensis adalah hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar.Tercatat sekitar 120 jenis tanaman dari 21 famili yang menjadi inang L. huidobrensis, selain kentang antara lain cabai, kubis, tomat, seledri, semangka, kacang –kacangan seperti kacang merah, buncis, selada, brokoli, caisin, bawang daun, mentimun, terung, sawi, wortel, waluh, bayam, krisan dan beberapa jenis tanaman liar dari famili Asteraceae. Di antara berbagai jenis tanaman sayuran yang diserang, tanaman kentang menderita serangan yang paling berat.

Morfologi/Bioekologi
Serangga dewasa berupa lalat kecil berukuran sekitar 2 mm. Fase imago betina 10 hari dan jantan 6 hari. Serangga betina menusuk daun melalui ovipositor, sehingga menimbulkan luka. Nisbah kelamin jantan dan betina 1:1. Serangga betina mampu menghasilkan telur sebanyak 600 butir. Pada bagian ujung punggung L. huidobrensis terdapat warna kuning seperti L. sativa, sedangkan pada lalat L. chinensis (yang diketahui menyerang bawang merah) dibagian punggungnya berwarna hitam.Telur berwarna putih, berukuran 0,1 – 0,2 mm,berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian epidermis daun melalui ovipositor. Lama hidup 2 – 4 hari. Stadium larva atau belatung terdiri atas tiga instar, berbentuk silinder, tidak mempunyai kepala atau kaki. Larva yang baru keluar berwarna putih susu atau putih kekuningan, segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam liang korokan selama hidupnya. Larva instar 2 dan 3 merupakan instar yang paling merusak karena terkait dengan meningkatnya konsumsi pakan dan luas korokan yang ditimbulkannya. Ukuran larva ± 3,25 mm. Fase larva sekitar 6 - 12 hari. Pupa berwarna kuning kecoklatan dan terbentuk dalam tanah. Lama hidup sekitar 8 hari. Dalam satu tahun biasanya terdapat 8 – 12 generasi. Siklus hidup dari telur sampai dewasa 14 – 23 hari.


Pencaran
Di dunia hama ini telah menyebar di Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di Indonesia hama ini di laporkan terdapat di seluruh wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, dan Sulawesi.

Pengendalian
a. Kultur Teknis
- Penanaman varietas toleran; seperti varietas Philipine.
- Budidaya tanaman sehat; upayakan tanaman tumbuh subur, pengairan yang cukup, pemupukan berimbang, dan penyiangan gulma. Tanaman yang tumbuh subur lebih toleran terhadap serangan hama.
- Penanaman tanaman perangkap; misalnya menanam tanaman kacang merah yang ditanam lebih awal (± 2 minggu sebelum tanam bawang merah) di sekitar pinggiran tanaman bawang merah, setiap daun kacang merah yang terserang
pengorok daun dipetik/diambil dan dimusnahkan.
b. Fisik/Mekanik
- Serangan awal larva L. huidobrensis dan kerusakan yang diakibatkannya biasanya terjadi pada bagian tanaman yang berada di bawah. Oleh karena itu dianjurkan daun-daun yang terserang L. huidobrensis ditimbun dengan tanah pada umur tanaman kentang 1 (satu) bulan atau pada waktu dilakukan pengguludan.
- Pemasangan perangkap lalat secara massal
- Pemasangan kartu perangkap; lalat pengorok daun tertarik pada warna kuning. Pasanglah kartu perangkap kuning (dari kertas atau plastik) berperekat, dengan ukuran 16 cm x 16 cm yang dipasang pada triplek/seng berukuran sama, dengan ketinggian ± 0,5 m dari permukaan tanah. Jumlah perangkap 80 – 100 buah/ha,
disebar merata di pertanaman.
• Perangkap lampu neon (TL 10 watt) dengan waktu nyala mulai pukul 18.00 – 24.00 paling efisien dan efektif untuk menangkap imago.
• Penyapuan dengan kain berperekat; helaian kain atau plastik berukuran panjang 2 m dan lebar 0,5 m, dicelupkan kedalam larutan kanji, lalu dibentangkan dan disapukan di atas bedengan oleh dua orang yang masing-masing memegang ujungnya. Penyapuan dilakukan setiap 1-2 hari apabila terjadi serangan.
c. Biologi
- Pengendalian Biologis dengan menggunakan parasitoid Hemiptarsenus varicornis, Opius sp, Neochrysocharis sp. Closterocerus sp., Cirrospilua ambigus, Phigalia sp., Zagrammosoma sp., Asecodes sp., Chrysocharis sp., Chrysonotomya sp., Gronotoma sp., Quadrasticus sp., Digyphus isaea, dan predator Coenosia humilis. H.varicornis merupakan musuh alami yang paling potensial untuk mengendalikan L. huidobrensis dengan tingkat parasitasi sekitar 0,51 – 92,31% (Setiawati, dkk., 2000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar