Ordo : Diptera; Famili Agromyzidae
Gejala
Serangan
Kerusakan akibat larva Liriomyza huidobrensis, dapat
mengurangi kapasitas fotosintesa pada tanaman serta dapat menggugurkan daun
pada tanaman muda.
Larva merusak tanaman dengan cara mengorok daun sehingga
yang tinggal bagian epidermisnya saja. Serangga dewasa merusak tanaman dengan
tusukan
ovipositor saat meletakkan telur dengan menusuk
dan mengisap cairan daun sehingga terlihat adanya liang korokan larva yang
berkelok – kelok .Pada serangan parah daun tampak berwarna merah kecoklatan.
Akibatnya seluruh permukaan tanaman hancur. Didaerah tropika tanaman yangvterserang
hama ini
seperti terbakar. Kerusakan langsung berupa luka bekas gigitan pada tanaman
sehingga dapat terinfeksi oleh fungi maupun oleh bakteri penyebab penyakit
tanaman.
Tanaman
inang lain
L.
huidobrensis adalah hama yang sangat polifag menyerang
berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun
tumbuhan liar.Tercatat sekitar 120 jenis tanaman dari 21 famili yang menjadi
inang L. huidobrensis,
selain kentang antara lain cabai,
kubis, tomat, seledri, semangka, kacang –kacangan seperti
kacang merah, buncis, selada, brokoli, caisin, bawang daun, mentimun, terung,
sawi, wortel, waluh, bayam, krisan dan beberapa jenis tanaman liar dari famili
Asteraceae. Di antara berbagai jenis tanaman sayuran yang diserang, tanaman
kentang menderita serangan yang paling berat.
Morfologi/Bioekologi
Serangga dewasa berupa lalat kecil berukuran sekitar
2 mm. Fase imago betina 10 hari dan jantan 6 hari. Serangga betina menusuk daun
melalui ovipositor, sehingga menimbulkan luka. Nisbah kelamin jantan dan betina
1:1. Serangga betina mampu menghasilkan telur sebanyak 600 butir. Pada bagian
ujung punggung L. huidobrensis
terdapat warna kuning seperti L.
sativa, sedangkan pada lalat L.
chinensis (yang diketahui menyerang bawang merah) dibagian
punggungnya berwarna hitam.Telur berwarna putih, berukuran 0,1 – 0,2
mm,berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian epidermis daun melalui ovipositor.
Lama hidup 2 – 4 hari. Stadium larva atau belatung terdiri atas tiga instar, berbentuk
silinder, tidak mempunyai kepala atau kaki. Larva yang baru keluar berwarna
putih susu atau putih kekuningan, segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal
dalam liang korokan selama hidupnya. Larva instar 2 dan 3 merupakan instar yang
paling merusak karena terkait dengan meningkatnya konsumsi pakan dan luas
korokan yang ditimbulkannya. Ukuran larva ± 3,25 mm. Fase larva sekitar 6 - 12
hari. Pupa berwarna kuning kecoklatan dan terbentuk dalam tanah. Lama hidup
sekitar 8 hari. Dalam satu tahun biasanya terdapat 8 – 12 generasi. Siklus
hidup dari telur sampai dewasa 14 – 23 hari.
Pencaran
Di dunia hama ini
telah menyebar di Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di Indonesia hama
ini di laporkan terdapat di seluruh wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa,
Bali, NTB, NTT, Kalimantan, dan Sulawesi.
Pengendalian
a.
Kultur Teknis
- Penanaman
varietas toleran; seperti varietas Philipine.
- Budidaya
tanaman sehat; upayakan tanaman tumbuh subur, pengairan yang cukup, pemupukan berimbang,
dan penyiangan gulma. Tanaman yang tumbuh subur lebih toleran terhadap serangan
hama.
- Penanaman
tanaman perangkap; misalnya menanam tanaman kacang merah yang ditanam lebih
awal (±
2 minggu sebelum tanam bawang merah) di sekitar pinggiran tanaman
bawang merah, setiap daun kacang merah yang terserang
pengorok daun dipetik/diambil dan dimusnahkan.
b.
Fisik/Mekanik
- Serangan
awal larva L. huidobrensis
dan kerusakan yang diakibatkannya biasanya terjadi pada bagian tanaman
yang berada di bawah. Oleh karena itu dianjurkan daun-daun yang terserang L. huidobrensis ditimbun
dengan tanah pada umur tanaman kentang 1 (satu) bulan atau pada waktu dilakukan
pengguludan.
- Pemasangan
perangkap lalat secara massal
- Pemasangan kartu perangkap; lalat pengorok daun
tertarik pada warna kuning. Pasanglah kartu perangkap kuning (dari kertas atau
plastik) berperekat, dengan ukuran 16 cm x 16 cm yang dipasang pada
triplek/seng berukuran sama, dengan ketinggian ± 0,5 m dari permukaan tanah. Jumlah perangkap 80 –
100 buah/ha,
disebar merata di pertanaman.
• Perangkap lampu neon (TL 10 watt) dengan waktu
nyala mulai pukul 18.00 – 24.00 paling efisien dan efektif untuk menangkap
imago.
• Penyapuan dengan kain berperekat; helaian kain atau
plastik berukuran panjang 2 m dan lebar 0,5 m, dicelupkan kedalam larutan
kanji, lalu dibentangkan dan disapukan di atas bedengan oleh dua orang yang
masing-masing memegang ujungnya. Penyapuan dilakukan setiap 1-2 hari apabila
terjadi serangan.
c.
Biologi
- Pengendalian Biologis dengan menggunakan parasitoid Hemiptarsenus
varicornis, Opius sp, Neochrysocharis sp. Closterocerus sp., Cirrospilua ambigus,
Phigalia sp., Zagrammosoma sp., Asecodes sp., Chrysocharis sp., Chrysonotomya sp.,
Gronotoma sp., Quadrasticus sp., Digyphus isaea, dan predator Coenosia humilis.
H.varicornis merupakan musuh alami yang paling potensial untuk mengendalikan L.
huidobrensis dengan tingkat parasitasi sekitar 0,51 – 92,31% (Setiawati, dkk.,
2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar