Translate

Senin, 26 Agustus 2013

Penggerek Umbi Kentang (Phthorimaea operculella)



Ordo: Lepidoptera; Famili: Gelechiidae

Gejala serangan
Gejala serangan pada daun adalah jaringan epidermis daun yang melipat  engan warna merah kecoklatan atau bening transparan membentuk gulungan – gulungan. Kalau lipatan ini dibuka, ada jalinan benang dan terdapat larva  idalamnya. Gulungan daun ini sering juga ditemukan pada bagian pucuk (titik tumbuh). Apabila tidak dikendalikan, intensitas kerusakan dapat mencapai  hampir 100% terutama pada musim kemarau. Gejala serangan pada umbi adalah adanya sekelompok kotoran berwarna putih kotor sampai merah tua pada kulit umbi. Bila umbi di belah kelihatan larva dan lubang korok (saluran) yang dibuat oleh larva sewaktu memakan daging umbi. Kerusakan berat sering terjadi pada umbi kentang untuk bibit yang disimpan di dalam gudang selama 3 – 5 bulan .

Inang Lainnya
Tomat, datura, bit, terung, dan tembakau

Morfologi/Bioekologi
Serangga dewasa berupa ngengat kecil yang berwarna coklat kelabu, ngengat aktif pada malam hari. Pada siang hari ngengat bersembunyi di bawah helaian
daun atau pada rak – rak penyimpanan umbi di gudang kentang. Seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak + 98 butir. Lama stadia telur berkisar antara 10 – 16 hari. Telur berukuran kecil agak lonjong, berwarna putih
kekuningan dan biasanya diletakkan pada permukaan bawah daun, pada batang atau di atas umbi yang tersembul di permukaan tanah. Digudang penyimpanan,
telur hampir selalu di letakkan di atas umbi. Lama stadia telur 5 – 11 hari.
Larva berwarna putih kelabu dengan kepala coklat tua. Permukaan atas (dorsal) memiliki bayangan hijau terang atau merah muda. Larva memakan permukaan
atas daun dan cabang atau melipat daun dan hidup dibawah epidermis daun. Larva juga melubangi umbi di kebun dan di gudang kentang. Lama hidup 21 – 35 hari. Panjang larva sekitar 1 cm . Pupa (kepompong) terdapat dalam kokon yang
tertutup butiran tanah berwarna kecoklatan. Di gudang pupa menempel pada bagian luar umbi (biasanya disekitar mata tunas) atau pada rak – rak penyimpanan kentang. Lamanya daur hidup 4 – 6 minggu .

Pencaran
Di dunia hama ini telah masuk di benua Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di Indonesia hama ini di laporkan terdapat diseluruh wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.



Pengendalian
a. Kultur Teknis
- Penggunaan varietas tahan seperti varietas Granola, Cipanas, dan Desiree
- Pemilihan umbi bibit yang sehat dan bebas dari serangan P. operculella.
- Pembuatan guludan setinggi 40 cm untuk menutupi umbi kentang yang terbuka di permukaan tanah akan menghindari peletakan telur pada umbi oleh ngengat. Telur ngengat yang terbawa umbi menyebabkan hama ini berkembang di gudang.
- Menggunakan mulsa jerami atau mulsa plastic hitam perak di guludan sehingga dapat menghalau serangan P. operculella dimana mulsa plastic dapat menghalangi imago P. operculella mencapai tanah pada saat akan menjadi pupa.

b. Fisik/Mekanik
- Pemasangan feromonoid seks dilapangan sebanyak 40 buah perangkap/ha, dan jika dalam gudang penyimpanan 2 buah perangkap/10 m2.
- Daun yang terserang penggerek umbi dipetik, dikumpulkan dalam kantung plastik kemudian dimusnahkan (dikubur atau dibakar bersama plastiknya). Ulat pemakan daun dikumpulkan dan dimusnahkan.
c. Biologi
- Pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid Pristomerus sp., Apanteles sp., Temelucha sp., predator Copidosoma sp., dan patogen serangga Erynia aphitis
d. Kimia
- Jika populasi larva P. operculella telah mencapai ambang kendali (25 ngengat / trap pada MH, 100 ngengat / trap pada MK atau 20 larva / 10 tanaman contoh), tanaman kentang disemprot dengan insektisida kimia sintetik yang terdaftar
dan diizinkan oleh Menteri Pertanian apabila pengendalian lain tidak mengurangi intensitas serangan hama, misalnya yang berbahan aktif spinosad, profenofos, dan beta sipermetrin.prevathon dari dupount

Pengorok daun (Liriomyza huidobrensis)



Ordo : Diptera; Famili Agromyzidae
Gejala Serangan
Kerusakan akibat larva Liriomyza huidobrensis, dapat mengurangi kapasitas fotosintesa pada tanaman serta dapat menggugurkan daun pada tanaman muda.
Larva merusak tanaman dengan cara mengorok daun sehingga yang tinggal bagian epidermisnya saja. Serangga dewasa merusak tanaman dengan tusukan
ovipositor saat meletakkan telur dengan menusuk dan mengisap cairan daun sehingga terlihat adanya liang korokan larva yang berkelok – kelok .Pada serangan parah daun tampak berwarna merah kecoklatan. Akibatnya seluruh permukaan tanaman hancur. Didaerah tropika tanaman yangvterserang hama ini seperti terbakar. Kerusakan langsung berupa luka bekas gigitan pada tanaman sehingga dapat terinfeksi oleh fungi maupun oleh bakteri penyebab penyakit tanaman.

Tanaman inang lain
L. huidobrensis adalah hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar.Tercatat sekitar 120 jenis tanaman dari 21 famili yang menjadi inang L. huidobrensis, selain kentang antara lain cabai, kubis, tomat, seledri, semangka, kacang –kacangan seperti kacang merah, buncis, selada, brokoli, caisin, bawang daun, mentimun, terung, sawi, wortel, waluh, bayam, krisan dan beberapa jenis tanaman liar dari famili Asteraceae. Di antara berbagai jenis tanaman sayuran yang diserang, tanaman kentang menderita serangan yang paling berat.

Morfologi/Bioekologi
Serangga dewasa berupa lalat kecil berukuran sekitar 2 mm. Fase imago betina 10 hari dan jantan 6 hari. Serangga betina menusuk daun melalui ovipositor, sehingga menimbulkan luka. Nisbah kelamin jantan dan betina 1:1. Serangga betina mampu menghasilkan telur sebanyak 600 butir. Pada bagian ujung punggung L. huidobrensis terdapat warna kuning seperti L. sativa, sedangkan pada lalat L. chinensis (yang diketahui menyerang bawang merah) dibagian punggungnya berwarna hitam.Telur berwarna putih, berukuran 0,1 – 0,2 mm,berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian epidermis daun melalui ovipositor. Lama hidup 2 – 4 hari. Stadium larva atau belatung terdiri atas tiga instar, berbentuk silinder, tidak mempunyai kepala atau kaki. Larva yang baru keluar berwarna putih susu atau putih kekuningan, segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam liang korokan selama hidupnya. Larva instar 2 dan 3 merupakan instar yang paling merusak karena terkait dengan meningkatnya konsumsi pakan dan luas korokan yang ditimbulkannya. Ukuran larva ± 3,25 mm. Fase larva sekitar 6 - 12 hari. Pupa berwarna kuning kecoklatan dan terbentuk dalam tanah. Lama hidup sekitar 8 hari. Dalam satu tahun biasanya terdapat 8 – 12 generasi. Siklus hidup dari telur sampai dewasa 14 – 23 hari.


Pencaran
Di dunia hama ini telah menyebar di Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di Indonesia hama ini di laporkan terdapat di seluruh wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, dan Sulawesi.

Pengendalian
a. Kultur Teknis
- Penanaman varietas toleran; seperti varietas Philipine.
- Budidaya tanaman sehat; upayakan tanaman tumbuh subur, pengairan yang cukup, pemupukan berimbang, dan penyiangan gulma. Tanaman yang tumbuh subur lebih toleran terhadap serangan hama.
- Penanaman tanaman perangkap; misalnya menanam tanaman kacang merah yang ditanam lebih awal (± 2 minggu sebelum tanam bawang merah) di sekitar pinggiran tanaman bawang merah, setiap daun kacang merah yang terserang
pengorok daun dipetik/diambil dan dimusnahkan.
b. Fisik/Mekanik
- Serangan awal larva L. huidobrensis dan kerusakan yang diakibatkannya biasanya terjadi pada bagian tanaman yang berada di bawah. Oleh karena itu dianjurkan daun-daun yang terserang L. huidobrensis ditimbun dengan tanah pada umur tanaman kentang 1 (satu) bulan atau pada waktu dilakukan pengguludan.
- Pemasangan perangkap lalat secara massal
- Pemasangan kartu perangkap; lalat pengorok daun tertarik pada warna kuning. Pasanglah kartu perangkap kuning (dari kertas atau plastik) berperekat, dengan ukuran 16 cm x 16 cm yang dipasang pada triplek/seng berukuran sama, dengan ketinggian ± 0,5 m dari permukaan tanah. Jumlah perangkap 80 – 100 buah/ha,
disebar merata di pertanaman.
• Perangkap lampu neon (TL 10 watt) dengan waktu nyala mulai pukul 18.00 – 24.00 paling efisien dan efektif untuk menangkap imago.
• Penyapuan dengan kain berperekat; helaian kain atau plastik berukuran panjang 2 m dan lebar 0,5 m, dicelupkan kedalam larutan kanji, lalu dibentangkan dan disapukan di atas bedengan oleh dua orang yang masing-masing memegang ujungnya. Penyapuan dilakukan setiap 1-2 hari apabila terjadi serangan.
c. Biologi
- Pengendalian Biologis dengan menggunakan parasitoid Hemiptarsenus varicornis, Opius sp, Neochrysocharis sp. Closterocerus sp., Cirrospilua ambigus, Phigalia sp., Zagrammosoma sp., Asecodes sp., Chrysocharis sp., Chrysonotomya sp., Gronotoma sp., Quadrasticus sp., Digyphus isaea, dan predator Coenosia humilis. H.varicornis merupakan musuh alami yang paling potensial untuk mengendalikan L. huidobrensis dengan tingkat parasitasi sekitar 0,51 – 92,31% (Setiawati, dkk., 2000)

Jumat, 23 Agustus 2013

Kutu Daun (Myzus persicae)



Ordo : Homoptera; Famili : Aphididae

Gejala serangan
Pada tanaman kentang, kutu daun lebih berperan sebagai pembawa virus daripada sebagai serangga hama.
Dampak langsung serangan : Gejala awal berupa bercak kering pada daun dan menyebabkan tanaman mengering, keriput, tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpelintir, layu dan mati. Kutu biasanya berkelompok di bawah permukaan daun, menusuk dan menghisap cairan daun muda serta bagian tanaman yang masih muda (pucuk). Eksudat yang dikeluarkan kutu mengandung madu, sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat menghambat proses fotosintesa. Kerugian yang ditimbulkan oleh kutu daun persik sebagai hama langsung maupun sebagai vektor virus dapat mencapai 25 – 90%.
Dampak secara tidak langung : kutu daun merupakan vektor lebih dari 150 strain virus, terutama penyakit virus menggulung daun kentang (PLRV) dan PVY (Potato Virus Y).
Tanaman inang lain
Hama ini bersifat polifag, dengan lebih dari 40 famili yang berbeda yang menjadi inangnya, antara lain famili Brassicaceae, Solanaceae, Poaceae, Leguminosae,
Cyperaceae, Convolvulaceae, Chenopodiaceae, Compositae, Cucurbitaceae and Umbelliferae. Inang lainnya selain kentang antara lain kubis, tomat, tembakau, petsai, sawi, terung, ketimun, buncis, semangka, jagung, jeruk, dan kacang – kacangan.

Morfologi/Bioekologi
Di Indonesia serangga ini tidak bertelur tetapi melahirkan nimfa (kutu daun muda/pradewasa). Kutu daun umumnya hidup dalam koloni pada bagian tanaman yang masih muda. Kutu daun tinggal pada bagian bawah daun, batang bunga, bakal bunga dan dalam lipatan daun yang keriting. Kerusakan terjadi karena nimfa dan imago mengisap cairan daun. Tubuh nimfa berwarna kuning pucat, hijau, merah jambu, atau merah yang biasanya bercampur di dalam suatu koloni dengan panjang tubuh instar terakhir 0,8 –1,0 mm. Fase dewasa kutu daun ada dua bentuk, yaitu bentuk bersayap/alatae dan bentuk tidak bersayap/apterae. Imago bersayap biasanya muncul kalau populasi sudah padat dan sumberdaya yang ada tidak mendukung lagi. Mereka berperan untuk melakukan pemencaran. Tubuh imago bersayap berwarna hitam atau abu – abu gelap, sementara yang tidak bersayap berwarna merah, kuning atau hijau. Panjang tubuh 2 mm; pada fase dewasa kutu daun ini panjang antena = panjang tubuh. Tubuh imago tidak bersayap berwarna hijau keputihan, kuning hijau pucat, abu - abu hijau, agak hijau, merah atau hampir hitam. Warna tubuh hampir seragam dan tidak mengkilap. Imago bersayap memiliki bercak pada bagian punggunggnya, ukuran panjang tubuh antara 1,2 – 2,1 mm. Siklus hidup 7 – 10 hari, dan seekor kutu dapat menghasilkan keturunan 50 ekor. Lama hidup kutu dewasa dapat mencapai 2 bulan.

Pencaran
Di dunia hama ini telah dilaporkan telah berada dibenua Asia, Afrika, Eropa, Oceania dan Amerika. DiIndonesia hama ini terdapat di pulau Sumatera, Jawa,
Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

Pengendalian
a. Kultur Teknis
- Pemupukan yang berimbang, pupuk N (200 kg/ha Urea + 400 kg/ha ZA), P2O5 (250 kg/ha TSP) dan K2O (300 kg/ha KCL),
- Sanitasi dan pemusnahan gulma dan bagian tanaman yang terserang dengan cara dibakar,
- Tumpang sari kentang dengan tanaman bawang daun dapat menghadang serangan M. persicae, dan tanaman cabai atau tomat dengan tegetes untuk mengurangi risiko serangan,
- Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung, tagetes, orok – orok dan kacang panjang sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati (terutama pada tanaman cabai),
- Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, dan Cucurbitaceae seperti mentimun). Pergiliran tanaman harus per hamparan, tidak perorangan, serentak dan seluas mungkin,
- Sanitasi lingkungan, terutama mengendalikan gulma berdaun lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus,
- Pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat.
b. Fisik/Mekanik
- Penggunaan perangkap likat berwarna kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 di pasang di tengah pertanaman dengan ketinggian + 50 cm (sedikit di atas tajuk tanaman) sejak tanaman berumur 2 minggu. Setiap minggu perangkap diolesi dengan oli atau perekat.
- Pemasangan kelambu di pembibitan dan tanaman barrier dilapangan (terutama untuk tanaman bawang merah dan cabai),
- Sisa tanaman yang terserang dikumpulkan dan dibakar.
c. Biologi
- Pemanfaatan musuh alami parasitoid Aphidius sp., dan Aphelinus sp., predator kumbang Coccinella transversalis, Menochillus sexmaculata, Chrysopa sp., larva syrphidae, Harmonia octomaculata, Microphis lineata, Micoromus pusillus, Veranius sp., dan pathogen Entomophthora sp., Verticillium sp.
d. Kimiawi
- Jika saat pengamatan ditemukan 7 ekor kutu daun /10 tanaman contoh atau persentase kerusakan oleh serangan hama pengisap telah mencapai 15% per tanaman contoh dianjurkan menggunakan insektisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian, misalnya yang berbahan aktif profenofos, deltametrin, abamektin, sipermetrin dan imidakloprid.